Minggu, 16 November 2014

karma phala




KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat rahmatnyalah kami dapat menyelesaikan paper ini yang berjudul “Sradha Hukum Karma Phala dan Punarbhawa”selesai tepat pada waktunya.
Tentu saja dalam penyelesaian paper ini saya selaku penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu saya sehingga paper ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Saya menyadari paper ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu saya mohon saran dan kritik dari pembaca demi menyempurnakan paper ini di kemudian hari.Saya berharap paper yang saya tulis ini bisa menambah pengetahuan dan pemahaan tentang Karma Phala dan Punarbhawa tersebut. Sehingga bisa menjadi cerminan diri untuk menjai lebih baik.Tiada Gading Yang Tak Retak, saya mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan paper ini. Atas kritik dan sarannya saya ucapkan terima kasih.
“Om Shantih, Shantih, Shantih Om”
Mangupura,23 July 2012
Penulis






DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………………………….      1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..     2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………      3
BAB I             PENDAHULUAN………………………………………………………     4
1.1.Latar Belakang……………………………………………………………..        4
1.2.Rumusan Masalah…………………………………………………………         4
1.3.Tujuan Penulisan……………………………………………………….....          5
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….     6
2.1.Hukum Karma Phala………………………………………………………         6
            2.1.1.Proses Berlakunya Kama Phala………………………………...          7
            2.1.2.Wujud Karma Phala…………………………………………….          7
            2.1.3.Macam-Macam Karma Phala…………………………………...          8
            2.1.4.Sifat Hukum Karma Phala………………………………………         11
            2.1.5.Pelaksanaan Karma Phala………………………………………          12
            2.1.6.Makna Karma Phala…………………………………………….          14
2.2.Pengertian Punarbhawa…………………………………………………...         16
            2.2.1.Proses Terjadinya Punarbhawa…………………………………          17
            2.2.2.Hubungan Hukum Karma dan Punarbhawa……………………          21
            2.2.3.Bukti Nyata Terjadinya Punarbhawa…………………………..           21
BAB III PENUTUP……………………………………………………………       23
3.1. Kesimpulan………………………………………………………………          23
3.2. Saran-Saran………………………………………………………………          24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….       25

BAB I
PENDAHULUAN

1.1           Latar Belakang
Karma Phala merupakan hukum sebab akibat yang berlaku untuk semua makhluk hidup di Dunia. Hukum ini merupakan hukum yang terorganisir jauh lebih baik dari pada teknologi, tidak dapat dihindari dan bersifat Universal(untuk semua makhluk). Pada kehidupan kita sekarang yang kita bawa merupakan hasil dari karma yang kita lakukan dikehidupan yang sebelumnya. Rupa muka, Tempat dilahirkan, Keluarga dan Semua orang yang pernah kita temui merupakan pengaruh karma phala. Baik karma buruk maupun karma baik ,akan membelenggu erat sang jiwa dalam rantai rantai baja  atau rantai emas. Moksa pun tidak akan dapt di capai jika pengetahuan tentan sang abadi tidak di miliki seseorang.
Tidak jauh berbeda dari Punarbhawa yang juga merupakan bagian dari Panca Sradha.Punarbhawa merupakan kelahiran kembali makhluk hidup ke dunia yang di sebab kan oleh karma manusia itu sendiri. Jika dalam kehidupan terdahulu karma seseorang baik maka dia pun akan terlahir kembali/merenkarnasi dalam kehidupan yang baik dan berada pada tingkat yang lebih tinggi pula. Jadi antara Karma dan Punarbhawa itu memiliki hubungan keterkaitan. Berikut  akan di bahas lebih jelas lagi mengenai Karma Phala dan Punarbhawa dalam makalah ini.




1.2           Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas maka dapat di peroleh Rumusan Masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari Karma Phala?
2.      Bagaimana wujud dari Karma Phala itu?
3.      Apa macam-macam dari Karma Phala itu?
4.      Bagaimana sifat,pelaksanaan,dan makna dari Karma Phala itu?
5.       Apa pengertian dari Punarbhawa?
6.      Bagaimana proses terjadinya Punarbhawa?
7.      Bagaimana hubungan antara Karma Phala dan Punarbhawa?
8.      Apa bukti nyata dari Punarbhawa?

1.3           Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Karma Phala.
2.      Untuk mengetahui wujud,macam-macam,sifat,pelaksanaan,makna dari Karma Phala.
3.      Untuk mengetahui pengertia dari Punarbhawa.
4.      Untuk mengetahui proses terjadinya Punarbhawa.
5.      Untuk mengetahui hubungan antara Karma Phala dan Punarbhawa.

















BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Hukum Karma Phala
Kata karma brasal dari bahasa sansekerta yaitu dari  akar kata “ Kr “ yang artinya berbuat atau bekerja . Sedangkan Phala artinya hasil jadi Karma Phala artinya “hasil dari perbuatan . perbuatan trsebut ada yang baik dan adapula yang tidak baik . Perbuatan baik disebut dengan Subha karma , sedangkan perbuatan yang tidak baik disebut Asubha karma. Sumber karma ada 3 yaitu :
1.      Manah ( pikiran )
2.      Wacika (perkataan )
3.      Kayika (perbuatan )
      Didalam kitab Slokantra di jelaskan “ Karma Phala Ngaran Ika,Phalaning Gawe Hala Hayu “ artinya Karma Phala itu adalah akibat (phala) dari baik dan buruk suatu perbuatan.Baik perbuatan kita baik pula hasilnya begitu juga sebaliknya.
      Hukum karma phala sejalan dengan hukum sebab akibat yaitu segala sebab pasti mendatangkan akibat.Demikian juga dengan karma, setiap karma pasti memiliki phala sehingga erring disebut hukum karma phala.



2.1.1 Proses Berlakunya Karma Phala
Setiap aktivitas karma seseorang didasari oleh keinginan ( Iccha ). Timbulnya keinginan akan direspon oleh pikiran. Pikiran inilah yang akan mengambil keputusan untuk melakukan tindakan dalam bentuk ucapan ataupun tindakan jasmani. Keputusan pikiran sangat ditentukan oleh pengetahuan  (jnana), kebijaksanaan  ( wiweka), serta pengalaman hidup serta karmawasana seseorang.
Jika digambarkan maka proses karma seseorang sebagai berikut :
 


2.1.2 Wujud Karma Phala
Banyak orang menafsirkan bahwa wujud dari karma phala ( hasil perbuatan ) seseorang adalah berbentuk materi, seperti kekayaan, kecantikan atau ketampanan, jabatan, kehormatan dan sebagainya yang semata-mata diukur dari segi materi.
Secara garis besar memang wujud karmaphala ada dua yaitu berbentuk fisik dan psikis( batin).
Artinya hasil dari perbuatan tersebut dapat dirasakan secara langsung oleh badan jasmani melalui panca indria atau juga bisa memberikan suasana batin tertentu pada seseorang.
Contoh:
Jika seseorang pernah berbuat baik misalnya membantu orang yang jatuh di jalan , suatu saat ketika dia terjatuh di jalan akan ada orang lain yang menolong. Ini adalah phala secara fisik.
Contoh lain  mungkin ada orang yang suka menipu justru akan membuat hatinya tersiksa karena selalu was-was, selalu berprasangka bahwa tipu dayanya akan ketahuan oleh orang lain. Ini berarti secara psikis dia menderita.


Wujud dari karmaphala yang akan diterima seseorang tidak dapat dipastikan. Artinya hasil karma tersebut bisa saja berbentuk fisik, atau psikis, ataupun kedua nya yaitu fisik dan psikis. Demikian pula  kapan waktunya akan diterima seseorang atas perbuatannya juga merupakan rahasia Hyang Widhi. Yang jelas bahwa karmaphala itu ada dan akan hadir tepat pada waktunya.
Diatas kedua wujud karmaphala di atas yang terpenting untuk menjadi tolok ukur atas hasil perbuatan seseorang adalah akibat dari wujud karmaphala tersebut.
Artinya seseorang yang menerima karmaphala baik berwujud fisik maupun psikis apakah mengakibatkan adanya peningkatan kualitas sradha atau tidak. Apakah menyebabkan kebahagiaan atau penderitaan?
Contoh :
Seseorang yang mendapatkan uang sangat banyak dari hasil judi, diukur  dari segi fisik tentu menyenangkan. Tetapi kemenangan itu justru menyebabkan dia semakin tergila-gila pada judi, suka berfoya-foya semata-mata memenuhi nafsu keinginannya. Suatu saat jika dia kalah berjudi maka kekesalan dan kemarahannya akan dilempahkan pada orang lain, seperti anak atau istrinya.
Ini menunjukkan bahwa uang yang diperoleh dari hasil judi tersebut bukan karmaphala yang baik, karena akibat dari uang yang diterima terebut justrui menjerumuskan dirinya pada karma-karma yang lebih buruk.
Contoh lain mungkin ada seseorang yang secara fisik cacat jasmani, tetapi dengan kekurangannya tersebut memberikan dia inspirasi dan kesadaran bahwa hidup ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik, sehingga dia menjadi orang yang teguh sradha bhakti, serta senantiasa merasa tentram . Jadi cacat jasmani tersebut bukan hasil karma buruk tetapi merupakan hasil karma baik yang membawa kebahagiaan bagi dirinya. Seperti halnya seseorang minum obat pahit untuk kesembuhan dari penyakitnya.
Kesimpulannya:
Karmaphala yang baik adalah yang dapat meningkatkan kualitas sradha bhakti untuk mencapai kebahagiaan lahir batin ( moksartham jagat hita )
Karmaphala yang buruk adalah yang menyebabkan seseorang menderita lahir batin dan menurunkan kualitas sradha bhakti.
2.1.3.Macam-Macam Karma Phala
A.Jika dilihat dari segi waktu hasil karma seseorang maka dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu :
1.                        Sanchita Karma
2.                        Prarabdha Karma
3.                        Kryamana Karma
v      Sancitha karma adalah karma atau perbuatan yang dilakukan pada masa hidup di dunia baru akan menerima pahalanya setelah meninggal dunia
v      Prarabdha karma adalah karma atau perbuatan seseorang yang pahalanya langsung diterima pada kehidupan ini.
v      Kryamana karma adalah pahala yang diterima seseorang pada kehidupan ini atas hasil dari perbuatan ( karmanya ) pada kehidupan yang lampau.
Meskipun kita menggolongkan karma tersebut seperti di atas tetapi dalam kenyataan sangat sulit bagi kita untuk mengidentifikasi setiap karma yang kita terima saat ini. Mengenai kapan waktu kita akan menerima pahala atas karma yang kita lakukan juga merupakan rahasia Ida sang Hyang Widhi.
Manfaat kita mengetahui jenis-jenis karma tersebut adalah untuk meningkatkan sradha dan bhakti kepada Hyang Widhi. Kita harus yakin bahwa apapun yang kita alami pada kehidupan ini adalah hasil perbuatan diri sendiri. Bukan karena orang lain. Bisa saja merupakan pahala atas karma kita pada kehidupan terdahulu, atas pahala atas karma kita masa kini.
Oleh karena itu yang terbaik harus dilakukan adalah melaksanakan tugas sebaik-baiknya, selalu berbuat kebaikan serta tetap yakin dan bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Laksanakan semua kewajiban sebagai yadnya dan bhakti kepada Ida sang Hyang Widhi. Jika hal itu sudah dilakukan maka Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik bagi kita. Apa yang seharusnya kita butuhkan pasti akan terpenuhi, sebagaimana wahyu Beliau dalam Kitab Bhagawad Gita Bab IX Sloka 22  :

B. Berdasarkan unsur Triguna; triguna terdiri atas unsur satwah, rajah, dan tamah. Ketiganya masing-masing membentuk wikarma, sahaja karma, dan akarma.




Ø  wikarma: adalah karma yang dihasilkan dari guna satwah, yang sifatnya satwik. Satwah adalah sifat-sifat dalam diri manusia yang dipengaruhi secara kuat oleh Dharma. Yang dapat digolongkan dalam karma yang wikarma antara lain: berkata yang benar dan lemah lembut, bekerja dengan teliti, tenang; berpikir yang benar dan jernih, dan sebagainya.
Ø  sahaja karma: karma ini dihasilkan dengan guna rajah, sifatnya disebut rajasik. Sifat ini mengarahkan dan mempengaruhi manusia sehingga penuh gairah keinginan, terburu-buru, kurang sabar, dan sebagainya. Bila manusia melakukan berbagai kegiatan dengan sifat-sifat rajasik ini, itulah yang dinamakan sahaja karma. Hasilnya sudah bisa diduga.

Ø  akarma: sifat tamasik yang mempengaruhi manusia untuk menghasilkan akarma. Tamasik bisa disejajarkan dengan kemalasan. Kadang-kadang akarma dikatakan sebagai tidak berbuat. Arti ini tidak sepenuhnya benar. Tidak ada manusia yang benar-benar tidak berbuat sama sekali. Manusia dibuat tak berdaya oleh hukum karma ini untuk berbuat dan berbuat, walau dalam bentuk yang sangat pasif. Dalam diam pun manusia berbuat, paling tidak manah atau pikirannya yang “berkelana”.


C.Berdasarkan kesucian: atas dasar kesucian perbuatan, karma dibagi menjadi subha karma dan asubha karma.
Ø   Subha karma: subha artinya suci, jadi subha karma adalah perbuatan yang suci, perbuatan baik. Pikiran yang penuh kedamaian, hati yang penuh rasa kasih sayang, akan menghasilkan ucapan, perkataan, dan tindakan yang similar, sejajar, dan searah dengan itu. Konsep karma memang menyangkut ketiganya (pikir, ucapan, dan tindakan).

Ø  Asubha karma: huruf a didepan kata subha membuat makna penyangkalan. Dengan penyangkalan, muncul makna sebaliknya dari yang di atas. Perbuatan-perbuatan yang didasari kegelisahan, kebencian, kekerasan, amarah, dan sebagainya, dikategorikan sebagai asubha karma.
Dalam kaitannya dengan kedua karma berdasarkan kesucian ini, mucul anekdot bahwa bila kita tidak banyak memiliki tabungan perbuatan baik, maka bila ajal menjemput, kita akan dijemput asu. Yang dimaksudkan bukanlah anjing (asu dalam bahasa Jawa dan Bali berarti anjing), melainkan asubha karma ini.

D.Berdasarkan kebenaran: dengan faktor ini, karma dibagi menjadi sat karma, dush karma, dan mirsa karma

Ø  Sat karma: adalah karma yang dilaksanakan dengan dasar Dharma (kebenaran). Semua perbuatan yang berlandaskan Dharma dianggap sebagai sat karma.

Ø  Dush karma: kebalikan dari sat karma disebut dush karma. Dasar perbuatan dush karma adalah yang bertentangan dengan Dharma, seperti yang berdasarkan kroda, moha, matsarya, kama, dan sebagainya.

Ø  Misra karma: campuran antara sat karma dan dush karma disebut mirsa karma. Manusia pada saat ini, pada zaman kali yuga ini, umumnya melakukan atau menerima hasil karma ini. Karena umumnya manusia kini melakukan keduanya. Tidak ada yang 100 % jahat, atau 100 % baik. Sejahat-jahatnya perampok, selama hidupnya ia pasti pernah berbuat baik.
       Semua hasil perbuatan ini akan kembali ke padanya. Hasil perbuatan baik atau hasil perbuatan buruknya, hanya dial ah yang akan menerimanya, bukan orang lain. Kalau yang lebih banyak adalah perbuatan buruknya, maka setelah meninggal ia akan menerima hasil perbuatan baiknya terlebih dahulu, kemudian baru menerima hasil perbuatan buruknya. Kalau sebaliknya, lebih banyak perbuatan baiknya; justru ia akan menerima hasil perbuatan buruknya terlebih dahulu, baru kemudian hasil perbuatan baiknya yang dinikmatinya. Jadi tidak ada perbuatan yang sia-sia atau yang tidak dipetik hasilnya menurut hukum karma ini. Tidak ada neraka abadi bagi manusia, bagi manusia jahat sekalipun. Sebaliknya, tidak ada juga surga abadi. Karena surga dan neraka hanya persinggahan sang atman, untuk menentukan “baju” atau badan lain yang cocok dengan hasil karmanya tadi (BG.II.22, Swargarohana Parwa).

E.Berdasarkan tri sarira: tri sarira adalah tiga jenis badan manusia, yakni stula sarira/badan kasar atau fisik (tangan, kaki, kepala, dsb), suksma sarira atau badan mental, dan badan penyebab (karana sarira).

Ø  Karma fisik: jenis karma ini berakibat pada badan fisik manusia, misalnya saja makan yang kurang teratur akan menyebabkan tubuh sakit.

Ø  Karma astral: karma astral adalah karma yang berasal atau berakibat pada perasaan, misalnya saja ucapan yang lemah lembut akan berakibat pada perasaan yang akan menjadi senang. Atau berbicara tentang makanan enak pada siang hari akan berakibat pada timbulnya rasa lapar, dan sebagainya.

Ø  Karma mental: badan mental manusia akab kena pengaruh karma ini. Senantiasa berpikir baik dan positif akan berakibat pada ketenangan diri, kebahagiaan, kedamaian, kegembiraan, rasa optimis dan seterusnya. Perlu dicatat ini juga adalah karma.


F.Berdasarkan hasilnya, phala atau buah atau hasil suatu karma dibedakan atas dua jenis, yaitu: Vishaya (Wishaya) karma, dan sreyo karma.

Ø  Wishaya karma, disebut juga karma yang mengikat. Keterikatan akan hasil perbuatan adalah wishaya karma. Melakukan suatu perbuatan karena ingin memperoleh imbalan, atau ada pamrih di balik perbuatannya. Jika diperkirakan tidak ada hail baginya, maka tidaklah ia melakukannya. Ketergantungan kepada hasil perbuatan inilah yang dikatakan wishaya.

Ø  Sreyo karma, adalah membebaskan diri dari ikatan terhadap hasil perbuatan. Kegiatan yang dilakukan dengan tanpa berharap akan hasilnya bukan berarti kerja dengan asal-asalan. Prosesnya tetap diletakkan pada pelaksanaan penuh kompetensi. Bila dilaksanakan dengan kompetensi penuh, lalu ditambah lagi dengan keikhlasan dan tanpa berharap hasil bagi diri sendiri, niscayalah pada pelaksanaannya saja sudah mendatangkan kebahagiaan. Bila mendatangkan kebahagiaan, apalagi saat pelaksanaannya sudah dirasakan, maka karma itu dikatakan atmananda. Seperti pada awal tulisan ini dikatakan bahwa antara perbuatan dan hasilnya tidak dapat dipisahkan, bagai dua sisi mata uang. Tanpa diharapkan pun hasil itu akan datang. Cepat atau lambat, hal itu pasti adanya.

2.1.4. Sifat Hukum Karmaphala

1.Abadi: keberadaan hukum ini dimulai pada saat alam semesta ini ada dan akan berakhir pada saat pralaya (kiamat). Walaupun demikian, tidak ada seorang pun yang tahu kapan penciptaan dan berakhirnya alam semesta ini. Inilah yang menjadi rahasia Pencipta. Penciptaan alam semesta bersamaan dengan penciptaan hukum-hukum yang bekerja secara amat sangat canggiiiih sekali dan memiliki ketepatan yang tiada tara. Hukum grafitasi diciptakan bersamaan dengan diciptakan-Nya alam semesta. Kebetulan saja ada mahluk Tuhan yang bernama Isaac Newton yang menggunakan akal/pikiran dan budinya dengan baik, sehingga berhasil mengungkap “keberadaan” dan “cara kerja” hukum ini, walaupun sebelumnya pun kalau ada benda yang dilemparkan ke atas, pasti akan jatuh lagi ke bumi. Lalu manusia lain mengakuinya dan menamakan hukum ini dengan “hukum Newton”.

2.Universal: hukum ini berlaku pada setiap ciptaan Tuhan,. Di mana pun berada, bagaimanapun wujud ciptaan itu, hukum ini berlaku baginya. Mempercayai atau tidak mempercayai keberadaan hukum ini, jika masih berada di alam semesta ini, hukum ini tetap bekerja baginya. Kalau ia berbuat baik, hasilnya pasti baik juga, dan hasilnya dia juga yang akan menikmatinya. Kalau sebaliknya, ya demikian juga. Kalau ada anggapan bahwa hanya kalau berbuat dosa saja kena hukum karma, ya inilah salah kaprah yang luar biasa.

3.Berlaku sepanjang zaman: pada zaman apa pun hukum ini tetap berlaku dan tidak mengalami perubahan. Baik pada zaman satya (kerta) yuga, treta yuga, dwapara yuga, kali yuga hukum ini tetap berlaku. Kalau di zaman sekarang (yang diidentifikasi sebagai zaman kali, zaman terakhir) sepertinya hukum karmaphala ini tidak lagi efektif bekerja, ya anggapan itu keliru lagi. Kalau kelihatan bertentangan, itu hanya penglihatan dan analisis manusia yang sangat terbatas, yang tidak mampu melintasi dan menggabungkan berbagai fakta dari zaman lainnya dengan lengkap. Demikian singkatnya pengetahuan dan pemahaman manusia tak mampu mengungkap lintas zaman tadi, karena rentang waktunya demikian lamaaaaa sekali, yang ribuan bahkan jutaan kali rentang umur manusia. Sedangkan pengetahuan tentang diri dan perbuatannya semasa bayi atau anak-anak saja tak tersimpan lagi di memorinya, bagaimana mau menyimpan peristiwa lintas zaman?

4.Sempurna: karena kesempurnaannya, kerja hukum ini tak dapat diganggu-gugat, diubah atau dipaksa berubah. Sifatnya konstan dan tidak berubah dari zaman ke zaman. Hukum ini hanya dapat “ditaklukkan”dengan cara mengikuti alur kerjanya, diiringi dengan keihklasan yang dalam. Kalau menurut penglihatan dan analisis manusia, dia menerima hasil yang tidak sesuai dengan perbuatannya, bisa dipastikan penglihatan dan analisisnya itu tidaklah lengkap. Kalau rasa-rasanya telah dan selalu berbuat baik, lalu hidupnya begitu-begitu saja atau malah menderita sepanjang hayat, mesti ada yang belum terungkap. Ada mata rantai kausalitas yang menyebabkan demikian. Itulah yang tak mampu dijangkau nalar, pikir, dan budi manusia. Karena bak iklan sebuah produk, hukum ini mengikuti yang berbuat atau yang berkarma kapan dan di manapun berada.


2.1.5. Pelaksanaan Karma Phala
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa wujud karmaphala bisa berbentuk fisik bisa juga berbentuk psikis. Jika karma seseorang harus diterima setelah meninggal dunia maka atmannya akan menuju sorga atau neraka. Tetapi bagaimana bentuk pahala dari karma yang harus dinikmati pada kehidupan ini?
Tentu saja akibat karma  akan dirasakan oleh seseorang melalui interaksi dengan lingkungan, baik alam maupun sesama manusia. Pahala karma bisa saja dirasakan melalui tangan manusia, binatang, tumbuhan, serta bisa juga dari alam. Sehingga manusia disamping akan menerima pahala atas karmanya, tetapi juga sebagai alat untuk membalas karma orang lain.
Contoh sederhana mungkin suatu ketika kita menerima bantuan dari orang lain dimana pada waktu tersebut kita benar-benar memerlukan pertolongan tersebut. Kejadian ini buakanlah suatu kebetulan. Itu adalah hasil karma kita yang mungkin kita sudah lupa kapan melakukannya, sehingga disaat yang tepat kita akan menerimanya. Dalam peristiwa tersebut yang menjadi alat Tuhan untuk menyampaikan pahala atas karma tersebut adallah manusia ( orang lain).
Meskipun manusia adalah alat pembalas karma, bukan berarti dia terbebas atas karma yang diperbuatnya itu tetapi pahala akan selalu mengikuti karma yang dilakukannya.
Misalkan Andi menolong Budi yang terjatuh dari sepeda motor. Dalam peristiwa tersebut Budi menerima pahala dalam bentuk pertolongan dari Andi, pahala tersebut mungkin saja atas kebaikan Budi di waktu lalu Dalam kasus ini Andi adalah sebagai alat pembalas karma perbuatan Budi di masa lalu. Meskipun Andi sebagai alat , atas perbuatannya menolong budi dia juga akan mendapat pahala atas karma tersebut.
Jadi setiap peristiwa karma yang melibatkan lebih dari satu orang maka dalam peristiwa tersebut ada dua jenis proses karma yang terjadi yaitu ada pihak yang menerima hasil karmanya dan ada orang yang yang berkarma dimana hasilnya belum diketahui kapan akan diterima.
Demikian pula alam bisa saja sebagai alat pembalas karma. Bencana alam bukanlah hukuman Tuhan, tetapi semua itu akibat perbuatan manusia sendiri.
Kesimpulannya :
·         Pahala atas karma seseorang dapat diterima di alam niskala ( sorga atau neraka ) juga bisa dinikmati pada saat hidup.
·         Pahala karma di dunia bisa diterima melalui tangan manusia atau alam lingkungan.
·         Setiap peristiwa karma yang melibatkan lebih dari satu manusia maka akan ada pihak penerima pahala atas karmanya dan ada pihak  sebagai pembalas karma sekaligus pelaku karma untuk dirinya.
·         Setiap karma yang terjadi akan menjadi penyebab untuk karma-karma berikutnya.
·         Dalam rangka meningkatkan karma baik maka pada saat berdoa mohonlah agar kita senantiasa menjadi alat pembalas karma yang baik.
·         Karma Phala berasal dari 2 (dua) kata, yaitu Karma yang artinya segala perbuatan, kerja/gerak dan Phala yang artinya hasil
·         Jadi Karma Phala artinya segala perbuatan akan memperoleh hasil, hasil dari segala perbuatan.


2.1.6 Makna Karma Phala

·         Makna Karma Phala
·         Karma (kerja/gerak) meninggalkan Karma Wasana (bekas-bekas gerak) yang kelak timbul menjadi Karma Phala yaitu hasil dari perbuatan yang akan menentukan baik dan buruk penjelmaan kita di masa yang akan datang.  Hal ini dapat kita ketahui dari adanya kelahiran orang pandai, bodoh, tampan/cantik, jelek, normal, cacat, kaya, miskin dan sebagainya, itu adalah disebabkan oleh adanya Karma yang baik (Ḉubhakarma) dan Karma yang tidak baik/buruk (Aḉubhakarma) yang telah dilakukannya pada penjelmaan terdahulu.  Kita percaya,  bahwa segala perbuatan (Karma) akan memperoleh hasil (Phala/Phahala) dan tiap hasil yang kita peroleh tergantung dari baik dan buruk dari perbuatan yang kita perbuat.  Oleh karena itu, jika ingin menjadi manusia yang baik dan sempurna, berbuatlah baik sekarang juga, agar sekala (nyata) dan niskala (tidak nyata) serta kemudian menjadi manusia utama, sehingga Sang Hyang Atma (Rokh) memperoleh tempat yang baik.  Dalam buku Sarasamuscaya  Bab XI,12) disebutkan :
 Kang   ḉubha karma   panenta   sakna   ring   aḉubha kharma   phalaning  ring   wong
 Artinya : Perbuatan yang baik itu adalah alat untuk menebus perbuatan yang tidak baik (dosa), yang patut dilaksanakan oleh setiap orang.
·         Jadi disini dikatakan, bahwa perbuatan yang tidak baik (dosa) hanya dapat ditebus dengan perbuatan yang baik, karena tidaklah ada suatu alasan bagi manusia untuk menebus dosanya dengan uang (materi).  Kalau toh ini mungkin ini hanya berlaku dalam alam dunia (sekala/duniawi/kemanusiaan), ilustrasi ini dapat diambil dari Wayang Cenk-Blonk                ”Gatokaca Anggugah” tentang Cerita Atman Pranda yang ngotot supaya mendapatkan Sorga (Percakapan Tuwalen/Penakawan vs Pak Sokir/Petani miskin yang memperoleh Sorga), di alam sekala kesalahan/dosa kita bisa beli dengan menyogok sehingga kita terbebas dari jeratan hukum, tetapi alam niskala tetap akan menuntut kita berdosa dan tetap akan memperoleh pahala/hasil yang dinamakan neraka.
·         Selanjutnya penjelasan mengenai Karma Phala kita jumpai melalui cerita dalam kitab Maha Brata, Ramayana, Arjuna Wiwaha, Niti Castra dan kakawin lainnya : Arjuna Wiwaha, Wirama Dasar : Aswalalita, Kadang Wirama : Rajani/Mandamalon (17)

O
o
o
o
-
o
-
o
o
o
-
o
o
-
O
o
ō
Sya
pa,
ka
ri
tan
te
mung
a
yu,
ma
se
dha
na,
sar
Wa
a
yu
Mi
Ya
ta
ka
tem
wa
ning
a
la,
ma
se
dha
na,
sar
Wa
a
la
Tu
wa
sa
li
sih
ma
nang
sa
ya,
pu
re
kre
ta,
ta
Pa
ti
nut
Sa
Ke
ha
re
pan,
ke
Si
dan,
ma
ka
dar
sa
na,
Pan
dhu
su
ta

·         Artinya :
-  Siapa yang masih tertinggal belum menemui kebahagiaan, diantara mereka yang telah mengabdikan diri pada kebaikan…, -   Oleh karena itu tentu akan memperoleh kesengsaraan jika berbuat yang salah…, -   Pikiran yang ragu-ragu akan keadaan si Karma Phala, yang baiklah dilaksanakan…, -   Segala yang terangan-angan pasti tercapai sebagai halnya Sang Arjuna. Niti Castra, Wirama Dasar : Wirat, Kadang Wirama :
Kalelengan (22)


O
-
o
o
o
-
o
-
o
o
o
-
O
o
o
o
O
-
o
o
o
ō
Su
rud,
ni
ka
na
ngar
tha
ring
gre
ha
hi
lang
nya
tan
ha
na
Wi
na
wa
yan
pe
jah
I
kang
ma
mi
dra
swa
wan
dhu
su
ru
di
pe
ma
sa
ra,
nu
mu
lih
pa
da
na
ngis
Ga
we,
a
la
ha
jong
ma
nun
tun,
a
ngi
ring,
ma
nu
dha
ke
Nu
lah,
te
ka
te
kan
Ka
Li

nga
ni
ka,
ring
da
di
wa
ngi
se
deng
U
rip
a
ngu
La
ha
dhar
ma
sdha
Na
·         Artinya : Luluh hilangnya si harta benda itu semasih kita di rumah, sudah berpisahan tidak dapat dibawa jika kita mati… Yang cinta kasih, sanak keluarga berpisahannya sampai di kuburan dan pulangnya sama-sama menangis… Segala perbuatan buruk dan baik itulah yang akan menuntun memberi petunjuk jalan di mana sepantasnya akan tinggal… Demikianlah disebutkan, kita jadi manusia, kebetulan masih hidup dan sepatutnyalah menjalankan dharma laksana























2.2 Pengertian Punarbhawa
Tidak jauh berbeda dengan asal karma phala, kata punarbhawa berasal dari bahasa sansekerta, dari kata punar yang berarti “lagi”, “kembali” dan kata bhawa berarti “menjelma”.Jadi,punarbhawa adalah kelahiran berulang-ulang yang disebut juga penitisan atau juga samsara.di dalam pustaka suci Weda dikatakan bahwa penjelmaan atma atuau roh yang berulang-ulang atau samsriti ke dunia ini disebut samsara.Samsara ini terjadi akibat dari adanya hukum karma dimana karma yang jelek menyebabkan atma menjelma kembali untuk memperbaiki perbuatan nya yang baik atau atma  itu masih di pengaruhi oleh karma wesana (bekas-bekas perbuatan) atau kenikmatan duniawi sehingga tertarik untuk lahir ke dunia.Kelahiran ini adalah samsara atau sengsara sebagai hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan di masa kelahiran terdahulu.
Kehadiran atma yang berulng-ulang ke dunia ini membawa akibat suka duka.Kitab suci Bhagawadgita menjelaskan sebagai berikut :
            Sribhagavan uvaca, Bahuni me vyatitani janmani tava carjuna, Tany ham veda sarvani na twam vetta parantapa (bhagawadgita, IV.5).
Artinya :
            Sri Bhagavan bersabda; banyak kelahiran-Ku di masa lalu demikian dan pula kelahiranmu, Arjuna; Semuanya ini aku tahu tetapi engkau sendiri tidak, parantapa.
Semua yang kita lakukan di dunia ini menyebabkan adanya bekas atau wesana dalam jiwatman.Bekas-ekas perbuatan atau karma wesana ada bermacam-macam.Jika bekas-bekas perbuatan itu hanya bersifat keduniawian,maka jiwatman kan lebih mudah tarik oleh hal-ha keduniawian sehingga jiwatman itu lahir kembali.
Misalnya pada waktu mati ada bekas-bekas hidup mewah pada jiwatman,maka setelah di akhirat jiwatman itu masih punya hubungan kemewahan hidup,sehingga mudah di tarik kembali ke dunia.
Apabila pada saat kematianny itu tidak memiliki bekas-bekas kemewahan atau ikatan keduniawian, maka ia akan terus bersatu dengan Sang Hyang Widhi Wasa dan mencapai tujuan akhir yang disebut moksa.Meskipun demikian kelahiran kita kedunia sebagai manusia adalah suatu kesempatan untuk meningkatkan kesempurnaan hidup guna mengatasi kesengsaraan dan melenyapkan pengaruh karma yang merupakan penyebab utama timbulnya punarbhawa.




2.2.1.PROSES TERJADINYA PUNARBHAVA

      Segala karma (perbuatan/kegiatan) yang dilakukan oleh indriya-indriya badan jasmani terrekam di dalam pikiran, sehingga setiap orang bisa ingat karma yang dilakukan beberapa hari, sebulan atau pun  setahun yang lalu.

      Daya tampung pikiran dalam merekam data-data kegiatan yang di-lakukan oleh badan jasmani kasar sang makhluk hidup (jiva) tak dapat ditandingi oleh daya tampung hard disk komputer bikinan sang manusia yang teramat canggih.

Hubungan antara pikiran dengan hukum karma-phala dapat dijelaskan secara analogis sebagai berikut.

Oleh karena ada benih yang ditaburkan di lahan itu, maka ia (benih itu) tumbuh, lalu berbuah dan kemudian di panen oleh si penabur benih. Begitu pula, oleh karena ada karma (perbuatan) yang dilakukan, maka ada phala (akibat) yang timbul dan harus ditanggung oleh si pelaku yaitu sang jiva berjasmani manusia.

Sedangkan jenis karma dalam hubungannya dengan phala (akibat) nya  dapat dijelaskan sebagai berikut.

Sancita-karma membentuk hutang-hutang karma yang menumpuk mengotori pikiran. Hutang-hutang karma ini adalah rekaman beraneka-macam kegiatan pamerih memuaskan indriya jasmani dan membuai sang jiva dengan beraneka-ragam niat, minat, kehendak, dambaan dan keinginan untuk menikmati kesenangan material dunia fana.
Dengan kata lain, hutang karma yang mengotori pikiran, mengikat sang jiva dengan cita-cita untuk terus tinggal dan hidup di alam material dan menikmati kesenangan  material  dengan berbagai cara.

      Pada saat kematian, badan jasmani kasar (gross material body) sang  jiva segera membusuk dan hancur. Tetapi ia (sang jiva), dengan berkendaraan badan jasmani halus (subtle material body) yang tersusun dari ego, kecerdasan dan pikiran (yang dimuati bermacam-macam hutang karma), berpindak ke badan jasmani kasar baru tertentu sesuai dengan macam kesadarannya pada saat ajal.

Sri Krishna berkata, “Yam yam vapi smaran bhavam tyajaty ante kalevaram tam tam evaiti kaunteya sada tad bhava bhavitah, keadaan apapun yang seseorang ingat pada saat ajal, pasti keadaan itu yang akan dia  peroleh” (Bhagavad Gita 8.6).

     Begitulah pada saat ajal, seseorang pasti hanya ingat karma (perbuatan) yang paling sering dilakukan dan paling disukainya atau menjadi hobi. Dan ingatannya itu menentukan macam kesadarannya pada saat kematian mengakhiri hidupnya.

Proses terjadinya punarbhava dapat diringkas sebagai berikut.


PROSES PERPINDAHAN SANGAT HALUS

     Veda menyatakan bahwa proses perpindahan sang makhluk hidup (jiva) dari badan jasmani kasar lama yang telah usang dan rusak ke badan jasmani kasar baru dengan berkendaraan badan halus, adalah proses sangat halus dan berada diluar pengamatan indriya-indriya jasmani kasar.

      Perpindahan tersebut, kata Veda, adalah bagaikan perpindahan si ulat dari satu lembar daun ke lembar daun lainnya. Sebelum melepaskan daun yang ditempatinya, si ulat sudah berpegangan pada daun lain yang hendak di tempati.

      Begitu pula, sebelum meninggalkan badan jasmani kasar lama, sang jiva sudah masuk (=berpegangan) ke badan jasmani halus tertentu yaitu pikiran (manah) yang telah dimuati mentalitas tertentu sesuai dengan karma (kegiatan) yang paling disenangi dan paling sering dilakukan dengan badan jasmaninya sekarang.

     Keadaan mentalitas pikiran atau macam kesadaran pada saat ajal menentukan jenis badan jasmani kasar berikutnya yang akan dihuni oleh sang jiva.

     Pikiran yang dimuati mentalitas tertentu di-sebut paham hidup. Dan paham hidup ini adalah kumpulan keingingan, minat, dambaan, kemauan, kehendak,kesukaan, tabiat, prilaku, watak, sifat, perangai, pola dan cara menikmati. Semua ini  terbentuk dalam pikiran.

       Veda menyatakan, “Srotam caksuh sparsanam ca rasanam ghranam eva ca adhisthaya manas cayam visayan upasevate, sang makhluk hidup mengembangkan jenis indriya pendengar,  penglihat,  pengecap, pencium dan perasa tertentu yang semuanya ter-kumpul  dalam  pikiran.Begitulah kemudian ia memperoleh badan jasmani kasar baru tertentu untuk menikmati obyek-obyek indriya tertentu pula”(Bhagavad Gita 15.9).

      Selanjutnya Veda menyatakan,“Manah karma mayam nrnam, kondisi pikiran sang manusia ditentukan oleh akibat (phala) perbuatan (karma) yang dilakukannya. Indriyaih pancabhir yatam lokal lokam prayatyanya  atma tad anuvartate, bersamaan dengan ke-lima indriya  persepsi, pikirannya berpindah dari satu badan jasmani kasar ke badan jasmani kasar lain, dan sang jiva ikut pula ber-pindah bersama nya” (Bhagavata Purana 11.22.37).

      Dan Sri  Krishna sendiri berkata, “Sang makhluk hidup  (jiva) yang jatuh ke dunia fana, membawa serta bermacam – macam paham hidup bersama dirinya dari satu badan jasmani kasar ke badan jasmani kasar lain, vayur gandhan  iva sayat, bagaikan angin membawa aroma” (Bhagavad Gita 15.8).


EVOLUSI SPIRITUAL

      Veda menyatakan bahwa sesuai dengan macam dan intensitas  asubha-karma (perbuatan berdosa) yang dilakukannya, sang jiva berjasmani manusia bisa merosot dengan lahir sebagai anjing, kadal, tikus atau makhluk rendah lain.

       Setelah  menjelma sebagai  ikan, maka sang jiva harus lahir berulang-kali dalam berbagai jenis kehidupan yang lebih tinggi sebelum pada  akhirnya kembali memperoleh badan manusia. Ini disebut evolusi spiritual yaitu sang jiva berangsur-angsur (pelan-pelan) merobah kesadarannya dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi dengan berganti-ganti badan jasmani mulai dari berbagai badan jasmani akuatik, tanaman/pohon, serangga, burung, binatang dan akhirnya badan jasmani manusia.


       Jadi menurut teori evolusi spiritual Veda, sang jiva yang rohani-abadi tidak pernah berubah meskipun berganti-ganti badan jasmani. Dan beraneka-macam badan jasmani yang telah pernah di huninya, sudah ada sejak terciptanya alam semesta material ini dan wujud serta bentuknya pun tetap sama, tidak pernah berobah.

      Karena itu dikatakan bahwa evolusi spiritual ini adalah rangkaian perpindahan sang jiva dalam jutaan kondisi kehidupan (badan jasmani) berlain-lainan yang menyengsarakan belaka.

      Evolusi spiritual ini harus dijalani oleh setiap jiva berjasmani manusia yang salah/keliru menggunakan jasmani manusianya yaitu bukan untuk berbhakti kepada Sri Krishna, tetapi untuk mengejar kesenangan material dunia fana yang semu, khayal dan sementara.

      Proses evolusi spiritual Veda tersebut diatas dapat diringkas sebagai berikut.





2.2.2.HUBUNGAN HUKUM KARMA DENGAN PUNARBHAWA
            Seperti yang suda-sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Subha dan Asubha Karma itu adalah baik buruknya perbuatan. Sedangkan Karma Phala adalah hasil atau buah dari perbuatan, dengan demikian maka dapat di pastikan bahwa hubungan antara Subha dan Asubha Karma dengan Karma Phala itu sangat erat sekali , sebab setiap Karma atau perbuatan pasti akan mendatangkan hasil atau buah.apabila Karma yang di perbuat itu baik maka buah Karma atau Karma phala yang di proleh adalah kebaikan demikian juga sebalik nya. Seseorang yang selalu berbuat baik dalam kehidupan ini,setelah ia meninggal dunia roh nya akan mendapat surga dan bila ia di lahirkan kembali ,ia akan lahir dari surge syuta. Yang dimaksud dengan Surga Cyuta ,yaitu yang lahir dari surga dan peuh dengan kebahagiaan. Sedangkan kalau sekarang selalu berbuat burukdi dunia,setelah meninggal dunia rohnya akan disiksa di neraka dan bila dilahirkan kembali ia akan lahir dari neraka yang juga disebut Neraka Cyuta, yaitu anak yang lahir dari neraka yang diliputi penuh dengan penderitaan atau kesengsaraan.
            Hasil Karma kejahatan atau keburukan yang di tabug oleh seseorang akan mengantarkan orang bersangkutan menuju ke neraka, sebagaimana di jelaskan dalam cloak kitab Bhagawadgita berikut:
            Tri vidam narakesyedam, dvaram nasanan atmanah,kamah krodhas tatha lobhas, tasmad etat trayam trayet (bhagawadgita XVI-21)
Artinya:
            Tiga pintu gerbang neraka jalan menuju, jurang kehancuran jiwa, ada tiga yaitu kama krodha, dan lobha oleh karena itu ketiganya harus di tinggal kan.
2.2.3. Bukti Nyata Terjadinya Punarbhawa
          Sesungguh nya contoh nyata sebagai bukti bahwa  Punarbhawa itu benar terjadi, dapat kita simak dari keberadaan beberapa orang yang sejak lahirnya mempunyai bakat istimewa, terutama yang sering terjadi pada anak-anak bahwa,bakat-bakat tersebut ada kalanya berkembang dengan spontan,sepertinya mereka mengingat kehidupan nya masa lalu. Hal ini merupakan suatu bukti yang sangat berharga untuk menimbulkan keyakinan bagi seseorang yang ingin mempelajari dan mendalami ajaran punarbhawa atau samsara.
            Di kisah kan bahwa , phitagoras ketika masih kecil ingat dengan jelas tentang kejadian,ketika ia membawa sebuah prisai ke dalam sebuah kuil di Geret yang di lakukan oleh nya dalam rainkarnasinya pada masa lalu bersama dengan pangeran Troy
            Sebagai contoh lain bahwa tumimbal atau kelahiran kembali itu ada. Sapami Sivanandha mengatakan bahwa beberapa tahun yang lalu ada kejadian yang telah menggemparkan kota Delhi (india). Santi Devi dapat menceritakan segala macam pengalamanya yang dialami pada waktu kehidupanya yang lampau,sampai pada kejadian-kejadian yang sekecil-kecil nya.
            Demikialah tentang Punarbhawa yang merupakan salah satu dari kepercayaan di dalam agama hindu, dimana fakta-fakta nya dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari






















BAB III
PENUTUP

3.1            KESIMPULAN
Karma Phala merupakan hukum sebab akibat yang berlaku untuk semua makhluk hidup di Dunia. Hukum ini merupakan hukum yang terorganisir jauh lebih baik dari pada teknologi, tidak dapat dihindari dan bersifat Universal(untuk semua makhluk). Dan punarbawa merupakan merupakan bagian dari Panca Sradha.Punarbhawa merupakan kelahiran kembali makhluk hidup ke dunia yang di sebab kan oleh karma manusia itu sendiri. Jika dalam kehidupan terdahulu karma seseorang baik maka dia pun akan terlahir kembali/merenkarnasi dalam kehidupan yang baik dan berada pada tingkat yang lebih tinggi pula. Jadi antara Karma dan Punarbhawa itu memiliki hubungan keterkaitan, dimana punarbhawa adalah kelahiran berulang-ulang yang disebut juga penitisan atau juga samsara.di dalam pustaka suci Weda dikatakan bahwa penjelmaan atma atuau roh yang berulang-ulang atau samsriti ke dunia ini disebut samsara.Samsara ini terjadi akibat dari adanya hukum karma dimana karma yang jelek menyebabkan atma menjelma kembali untuk memperbaiki perbuatan nya yang baik atau atma  itu masih di pengaruhi oleh karma wesana (bekas-bekas perbuatan) atau kenikmatan duniawi sehingga tertarik untuk lahir ke dunia.Kelahiran ini adalah samsara atau sengsara sebagai hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan di masa kelahiran terdahulu.



3.2            SARAN-SARAN
Demikianlah yang dapat saya paparkan mengenai materi ini, tenrunya masih banyak kekurangan dan kelemahan, karena terbatasnya pengetahuan penulis. Saya berharap para pembaca bias member kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulisnya  pada khususnyajuga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Suratmini, Ni Wayan (2012).Buku Penunjang Materi Agama Hindu.denpasar:Tri Agung
Mudana, I Nengah (2011). Widya Kusuma Pendidikan Agama Hindu.denpasar:Sri Rama











Tidak ada komentar:

Posting Komentar